Minggu, 13 September 2020

Synopsis : Cinta terbelah dua,



S  y  n  o  p  s  i  s



Cinta sejati tak pernah mati, meski dipisahkan jarak, di sekat oleh waktu, dibakar api cemburu, dan  di rantai akta nikah.
  Ia  tak pernah padam, menyala di relung jiwa ,
 hingga akhir nyawa. 


Cinta terbelah dua," - bercerita tentang sepasang hati, yang pernah saling jatuh cinta di masa remaja.  Meski hanya sesaat, kenangan itu tersimpan dibawah permukaan, mengendap di bawah kesadaran. 

Mereka sempat merasakan indahnya masa remaja. Berjalan beriringan, bergandengan tangan. Menikmati indahnya cahaya matahari, dan rembulan di waktu malam. Bercengkrama penuh tawa dan canda, menikmati indah nya cinta. 

   Tapi takdir berkata lain. Badai datang dan memisahkan cinta mereka. si wanita di nikahkan oleh keluarga nya,dengan orang lain. 

Tinggallah  "Aku," yang menanggung luka nya sendirian.  

 Waktu terus berjalan, 

Setelah selesai SMA, Aku mendaftarkan diri sebagai pegawai negeri. Ia lulus test dan diterima.  Tapi hanya bertahan 5 tahun, karena jenuh dan merasa hampa, Ia memutuskan berhenti dan merantau ke tanah Jawa. Meninggalkan semua Kenangan dan luka  di tanah asal nya, Pontianak.   

Enam tahun kemudian, tokoh Aku dalam kisah ini, menemukan jodoh nya di Surabaya. Mereka menikah secara ta"aruf  dan tak lagi mempersoalkan cinta.  

Setelah, 33 tahun kemudian,:....

Aku, bertemu kembali dengan mantan kekasih nya dulu.  Saat itu situasi nya sudah berubah jauh, di usia mereka yang sudah mendekati lima puluh.  

Satu hal yang tetap dan masih bertahan, yang mereka rasakan  adalah:  "bahwa ternyata mereka masih saling mencintai" . 

Rasa itu masih ada. Getar itu masih hidup. Rindu itu masih menunggu di suatu tempat. Nama itu tak pernah hilang digerus waktu. Dan cinta itu tetap tersimpan di bawah kesadaran.  

Rupanya jarak, waktu dan masa,  tak mampu membunuh dan memadamkan bara cinta , dalam dada manusia. 

Dapatkah mereka bersatu kembali? 

Silahkan dinikmati dalam kisah ini. Selamat membaca. 

Surabaya, 12 Sept 2020

Salam penulis, 


Arie Rakasiwi 

Jumat, 11 September 2020

Bab.V.hal.4 . Selamat tinggal cinta,

4. Selamat tinggal sayang, 





Kisah cinta 

Hari ini adalah jadwal keberangkatan kapal ku....,

 Ana bersikeras untuk mengantarkan aku sampai ke pelabuhan. Didampingi adik nya, Dia datang menjemput ku. 

Hari masih pagi, baru sekiar pukul delapan.

 Setelah menaikan koper dan perlengkapan, aku masuk ke mobil nya dan duduk di belakang.

Ana memegang setir nya. Sesekali sempat kulihat, mata nya menatap kaca spion dalam. Aku tersenyum. Mungkin hati kami sangat berat untuk  berpisah, tapi keadaan lah yang memaksa. Bagaimanapun, kami pernah saling mencintai. Kami pernah bersama. Kami pernah jalan bareng. Banyak kenangan yang telah kami lewati dalam rentang usia yang sudah setengah abad ini. 

Tapi kami sekarang sudah dewasa, sudah jadi orang tua. 

Kami harus memutuskan yang terbaik untuk semua,dan seperti dulu, kami harus menyerah pada takdir. Kami tak lagi dapat bersatu. Demi anak - anak dan keluarga nya, aku harus menarik diri, dan keluar dari lintasan hidup nya. Dia harus kembali kepada keluarga nya, dan aku harus kembali kepada keluarga ku. Itulah kenyataan yang harus kami jalani. 

Hidup kadang memang kejam,! 

Hidup tak mengerti tentang impian, cinta, harapan, dan angan-angan.  Hidup adalah kenyataan. Hidup terus berjalan menggilas roda zaman, dan meninggalkan masa lalu di belakang, menjadi  kenangan. 

Tanpa terasa, kami sudah tiba di pelabuhan.

 Setelah menurunkan koper, dan mengucapkan terima kasih, aku memutar badan, dan melangkah akan memasuki areal pelabuhan, tapi Dia menahan ku. 

"Kita ngopi dulu, tadi Ana belum sarapan juga,"  kata nya 

Kami memesan kopi di warung pinggir pelabuhan. Aku duduk menjauh dari nya. Ana duduk berdekatan dengan adik nya. 

Tiba - tiba, tangan nya menyenggol gelas kopi, dan isi nya tumpah diatas meja.  Aku cepat bangkit, dan menyambar lap yang ada di dekat meja penjual nya. Membersihkan kopi yang tertumpah. 

 "Jam berapa jadwal kapal nya?" tanya Ana.
" Nanti sekitar jam sebelas siang,"  kata ku
" OOh, masih lama lah, " sambung nya. 
Hari itu baru jam sembilan pagi, ketika kami tiba di pelabuhan. 

"Ga papa, biar saya tunggu, " kata ku.
" Kami jalan dulu ya," sambung Ana lagi. 
" Iya, terima kasih atas segala nya," jawab ku . Kami bersalaman dan Dia bersama adik nya naik ke mobil, Aku masuk kedalam pelabuhan. Ada rasa perih menusuk di dada ku. Mungkin itu juga dirasakan Ana.  



Sambil menyeret koper, aku mencari tempat duduk yang dekat dengan pintu masuk boarding pas pelabuhan. Tadi Ana sempat membelikan sebotol air dan beberapa roti serta kue untuk camilan.  Dia memang baik dan berhati mulia.  Beruntunglah aku yang pernah mendapatkan cinta nya. Meski kami harus mengalah dan menyerah pada dunia. Dan mengunci cinta kami kedalam peti hati.  

 Jam tiga sore, kapal yang akan kutumpangi, baru merapat. Ternyata tadi tertahan di muara karena air surut. 

Setelah boarding, Aku naik ke atas kapal.

 Sekitar pukul lima sore, tali dilepas, jangkar diangkat, kapal mulai bergerak pelan meninggalkan pelabuhan Dwi Kora Pontianak.  Lampu - lampu mulai menyala disekitar pelabuhan, memantulkan pendar cahaya indah, berkilauan. 

Perlahan kapal ku memasuki alur tengah sungai kapuas menuju arah matahari terbenam untuk keluar ke muara. 

Tiba - tiba, Hp ku berdering di saku celana, .. 

"Halo, ya " ada apa?" tanya ku. Terdengar isak tangis diujung sana.   
"Abang sampai dimana? sudah berangkat kapal nya,?" suara Ana terdengar  penuh kesedihan. 
"Ini baru mulai bergerak meninggalkan pelabuhan, terlambat merapat, nunggu air pasang tadi  kapal nya, " jawab ku.
"Abang, sejak pagi tadi Ana tak berhenti menangis, mulai sampai dirumah, tak keluar dari kamar, hingga bengkak mata," terdengar suara nya diantara isak tertahan.  

Aku hanya terdiam, menahan perih yang mengoyak dada,... 

Dulu, ketika kutinggalkan Ponti dan berangkat ke Surabaya sekitar tahun sembilan puluhan, dada ku juga terasa begitu sakit dan perih. Mungkin lebih perih dari hari ini. Hanya saja, kutanggung sendiri, karena aku berangkat, tanpa sepengetahuan nya. 

Dan kali ini, rasa sakit itu terbagi dua. Separoh tertinggal di dada Ana, dan separoh kubawa ke tanah Jawa.  

 Cinta kami terbelah dua. Sakit  kami menusuk dada. Jiwa kami terasa merana. Inilah kenyataan yang menimpa cinta kami, meski telah berlalu tiga puluh lima tahun waktu.  



Niat hati tak nak Berpisah

"Abang, kenapa kita harus berpisah lagi, setelah bertemu,?" 
" Ana harus kuat, " kata ku. Inilah kenyataan hidup. Kadang manis, kadang pahit. Kita tak kan sanggup menentang takdir Tuhan. Ana harus bertahan, membesarkan anak - anak, menjaga amanah almarhum, menjadi kepala keluarga," lanjutku, mulai kehabisan kata - kata untuk menghibur nya. 

"Berusahalah  untuk melupakan kenangan, melupakan abang, ikhlaskan semua yang sudah terjadi, sebagaimana dulu abang meng ikhlaskan Ana untuk menjalani takdir, menikah dengan Ikhsan," kata ku lagi. 

"Abang bahagia, karena keputusan abang dulu, benar  dan tepat untuk  saat itu. Ana menemukan suami yang baik, kehidupan yang baik, anak - anak yang baik, tercukupi segala nya, Ana bahagia menjalani hidup," itulah yang terpenting bagi abang."  

"Tak sia - sia pengorbanan cinta kita, dengan memilih untuk berpisah, " lanjut ku yang mulai menahan tangis karena sesak menusuk dada.  

" Iya abang, terima kasih atas pengorbanan abang untuk kebahagiaan Ana, " kata nya. 

Kapal sudah mulai keluar dari muara Jungkat. Perlahan merayap ke tengah lautan. Angin kencang sore itu menyapu wajah ku. Disebelah barat, matahari  mulai terlihat kemerahan, pertanda sebentar lagi akan terbenam. 

Azan magrib berkumandang dari mushollah kapal. 

Sinyal Hp mulai hilang datang, terputus - putus, sebelum kemudian menghilang sama sekali.  Kami sudah di luar jangkauan. Pertanda bahwa kami sudah jauh dari daratan. Jauh dari pantai. Aku segera mencari letak mushollah, setelah berwudhu, kuangkat takbir untuk sholat magrib dan bersujud kepada Tuhan ku.  Terima kasih ya Allah, atas  segala nya.   

Malam ini, kapal berlayar tenang. Ombak relatif kecil.....,  

 Setelah ke kantin dan membeli segelas kopi, aku turun ke deck bawah, mencari tempat untuk duduk di dekat bagian buritan kapal.  Tonggak besi sebesar dua kali pohon kelapa untuk mengikat tali belakang kapal, setinggi sekitar setengah meter, kujadikan kursi  malam itu.  

Kulemparkan pandangan ke tengah laut.....,  

Dikejauhan,  terlihat kerlap - kerlip lampu mungkin kapal atau perahu nelayan yang tengah melaut mencari ikan.

  Selebihnya hanya ada kegelapan di tengah lautan. 

Sambil menyedot rokok ditangan, menyeruput kopi di gelas plastik, fikiran ku mulai menerawang mencari sosok dan bentuk di kegelapan malam itu. 

Hidup memang aneh....,  

Tiga puluh lima tahun yang silam, aku duduk di buritan kapal, mendekap kesedihan, sendirian, berangkat merantau ke tanah Jawa. Sekarang? Aku juga duduk sendirian, diburitan kapal, dengan penuh kesedihan. Rasa yang sama, situasi yang sama, kondisi yang sama.

 Yang berbeda hanyalah, mungkin dulu kesedihan itu tak ikut dirasakan oleh nya. Sekarang, kesedihan itu ditanggung bersama. Terbagi dua. Hanya itu letak beda nya.  

Cinta memang aneh.....,

 Ada yang berupaya mendapatkan dan mengejarnya dengan segala cara, tapi kemudian meninggalkan nya. Ada yang berbahagia  menemukan dan merasakan indah nya, kamudian harus berpisah, dan menanggung luka. Menderita.

Ada yang hidup bersama, tapi  tak pernah berhasil mendapatkan hati nya. Ada yang mencintai setengah gila, tapi tak pernah menyentuh nya, sampai tua. Ada yang dicintai sepenuh jiwa, tapi tak mengerti nilai diri nya  betapa berharga nya Dia di mata orang yang mencintai nya itu.  Ada yang mencintai, tapi takut mengatakan nya. Ada yang berani mengatakan nya, tapi dengan setengah cinta. 

Ada yang menjalani hidup, karena hidup terus berjalan. Ada yang kehilangan cinta, tapi tetap bertahan. Ada yang mencari cinta, tak pernah menemukan. Ada yang menemukan, bukan cinta, tapi keharusan.  Ahkk, cinta memang membingungkan 

Kata orang, cinta bisa datang dari banyak pintu,...

Ada pintu mata, pintu harta, pintu hati, pintu kebaikan, pintu jiwa dan pintu - pintu lain nya.   

Pintu mata mungkin jatuh cinta karena kecantikan, atau ketampanan.  Pintu harta mungkin karena kekayaan. Pintu hati mungkin karena rasa simpati dan kekaguman.  Pintu kebaikan mungkin karena sifat dan sikap nya.  Dan yang paling dalam serta berbahaya  adalah pintu jiwa. 

Cinta yang datang dari dalam jiwa sangat berbahaya dan menakutkan. Berbahaya karena mereka tak lagi mengenal takut. Bagi mereka, hanya ada satu pilihan, hidup bersama, atau mati berdua. Cinta inilah yang mungkin menjadi legenda Eropah, Romeo dan Juliet  nya Shakes Pierre . 

Menakutkan adalah karena mereka  tak tau lagi arti bahaya. Tak jarang salah satu atau kedua nya menerobos batas - batas aturan agama, sosial, dan masyarakat yang berlaku. 

Kadang terjadi mereka bersama atau salah satu nya, dengan sadar bersedia menanggung akibatnya dengan berkorban nyawa, harga diri, kehormatan, martabat, aturan susila, hukum sosial, gunjingan ,pandangan sinis, dan cemoohan, bahkan hukum Allah.

 Itulah kekuatan cinta dari jiwa. 

Akan tetapi, cinta yang seperti ini tak juga sepenuhnya dapat dibenarkan.Karena antara nafsu setan dengan apa yang mereka sebut cinta, sangat tipis batasnya.

  Cinta sejati akan bertahan dalam koridor  hukum Allah. Cinta ini tak akan pernah dapat di pengaruhi iblis untuk berbuat maksiat. Cinta ini akan menjaga kesucian orang yang dicintai nya. Cinta ini akan tetap hidup di hati, baik berdekatan atau berjauhan. Cinta ini adalah rasa ketulusan dari lubuk hati terdalam. Ia akan tersimpan di bawah permukaan, tak akan pernah hilang.  Dan cinta ini, tak akan menodai orang yang di cintai nya, sebelum mereka menikah.

Sepasang merpati adalah contoh cinta sejati yang murni. 

Merpati jantan yang dipisahkan dengan merpati betina pasangan nya, akan  tetap hidup sampai akhir usia nya. Tapi dia tak akan pernah sanggup lagi mencintai merpati lain, sepanjang sisa hidup nya.  Sering terjadi merpati jenis ini, pendek usia hidup nya. Ditemukan banyak kasus bahwa merpati kesepian sering melakukan perbuatan menyakiti diri nya sendiri. Itulah cinta sang merpati.  

Begitu juga si merpati betina. Ia mungkin menyerahkan jasadnya kepada merpati lain, tapi  ia tak akan pernah menghasilkan telur. Merpati itu akan mandul selama nya. Yang sering terjadi, si merpati menolak untuk di dekati oleh merpati jantan yang bukan pasangan nya. Merpati jenis ini biasa nya berubah jadi malas bergerak, kurang aktif, tidak lagi lincah terbang, sering menyendiri, dan hanya sedikit makan.  Subhanallah, ! Itulah anugrah cinta dari Allah kepada mahluk nya, yang ditanamkan kedalam diri mereka. 

Kutarik  nafas dalam - dalam, mencoba mengendorkan tekanan kesedihan yang menyesakkan dada.  Udara laut terasa mengisi rongga penuh paru - paru. Semilir angin menyapu wajah, sesekali kuseka, karena ada linangan air mata disana.  

Kucoba mengingat masa lalu, apa cara yang kulakukan untuk mengobati kesedihan seperti ini? Ternyata, bukan dengan berupaya melupakan, tapi berupaya meng ikhlaskan. 

Ya, ! Hanya dengan meng ikhlaskan kita akan mampu menghapus kesedihan.

 Keikhlasan adalah melepas sesuatu dengan kesadaran. Dengan menyadarkan hati dan fikiran, bahwa ini adalah kenyataan. Inilah hidup. Tak  mesti hitam putih, tapi penuh warna. Suka cita dan duka lara, silih berganti. Seperti matahari, pasti akan bersinar kembali, setelah hujan  reda dan  badai berlalu. 

Ikhlas adalah, tersenyum dan bersyukur atas apa saja yang telah kita terima, kita jalani, kita lalui.  Dan tidak sakit hati jika kehilangan. Tuhan mengajarkan, setelah kesulitan akan datang kemudahan, setelah kesulitan, akan datang kemudahan. Diulang dua kali. 

Bagiku itu adalah jaminan dari Allah. Bahwa apa saja akan berubah, dan berganti, seiring waktu.  Penderitaan akan berganti senyum. Sakit akan sembuh. Pagi akan bertemu petang. Matahari akan tenggelam dan di gantikan oleh sang rembulan di waktu malam. 

Ada pertemuan, ada perpisahan. Kebersamaan akan diselingi berjauhan. Kesepian akan terisi kebahagiaan. Itulah Sunnatullah. Dijadikan Nya segala sesuatu berpasangan. Berlawanan. Kita tak akan tau bagaimana terang, jika kita tak pernah mengetahui kegelapan. Kita tak akan sanggup tersenyum, jika kita tak pernah menangis.

 Rasa bahagia akan lebih sempurna, jika kita pernah  menderita.   

Ikhlaskan lah aku untuk menjalani sisa hidupku. Maafkan aku, jika pernah menyakiti hati mu. Izinkan aku untuk menelusuri lorong takdir, yang telah kujalani selama ini. 

Kita tak akan pernah sanggup membunuh cinta, tapi kita harus mampu menerima realita, kenyataan, dan melanjutkan hari esok, dengan penuh harapan.

 Kita harus bangkit. Kita harus move On. 

Masih ada sisa waktu yang dapat kita nikmati. Masih ada keluarga, yang bisa kita kasihi dan sayangi. Masih ada anak -anak yang siap menerima cinta dari kita , sepenuh hati.  Masih ada kehidupan diluar sana  yang  membuat hidup kita punya arti. 

Masih banyak sahabat tempat kita berbagi. Masih ada kerabat tempat kita melabuhkan letih.  Kalau kita tak merasa cukup berharga hidup untuk diri sendiri, setidak nya, kita harus hidup untuk mereka. Lagipula, beruntung  kita masih punya waktu untuk beribadah, mendekatkan diri pada Allah, dan meminta ampun atas khilaf, salah, dan dosa.  

 Kita hanya mahluk yang lemah, tak punya kekuatan, daya dan upaya. "La haula wala quwwata illa billah, " Inna lillah wa ina ilaihi rajiun," Kami  rela atas semua yang telah Kau berikan, maupun yang telah Kau ambil kembali , ya Allah,!" 

Fikiran itu kusuntikan ke benak ku. Dan hasil nya luar biasa. Aku merasa sedikit lega. Dadaku terasa menjadi longgar. Kutarik nafas dalam -dalam, menghirup udara malam lautan.

 Aku kemudian berdiri, membentangkan kedua tangan, lalu menjerit sekuat - kuat nya, melepaskan beban yang menghimpit batin. 

Setelah kembali ke deck ruang tidur penumpang, aku mencoba merebahkan badan, memejamkan mata, lalu terlelap ditengah lautan.  


=, Selesai, 12092020 ,=

Bab.V.hal.3 Bertemu untuk mengobati luka,

3. Bertemu untuk mengobati luka,



Malam ini kami berjanji untuk bertemu disuatu tempat, pukul delapan malam. Aku ingat, malam itu malam minggu.

Hatiku  dag dig dug, getar nya tak berdetak secara normal sebagaimana sebelumnya. Ada rasa khawatir, ada rasa sedikit ketakutan, ada kebimbangan, ada was-was, seperti dulu, tiga puluh tiga tahun yang lalu, saat kami masih remaja, dan Ana belum menikah.  Ketika aku menunggu nya disuatu tempat.  

 Setelah sholat isya, ku starter sepeda motor vario, yang kupinjam dari sepupu ku, malam itu.  

Tempat itu tak begitu ramai, meskipun malam minggu. Karena letak nya yang cukup jauh  masuk kedalam, dari jalan besar. Restoran terapung berbentuk kapal mengapung di pinggiran kapuas, menjadi tempat pilihan kami untuk bertemu. Aku sengaja memilih tempat agak tertutup, agar menghindari mata dan fitnah. Maklumlah, ... 

Ketika tiba , aku menoleh kekanan dan kekiri mencari tempat parkir.  Kulihat ada mobil honda freed abu- abu metalik, dengan mesin hidup dan lampu menyala. Didalam nya duduk seorang wanita, mengenakan baju merah, dan melemparkan senyum ke arahku.  Itukah Dia? Sejenak aku terpana. 

Ana masih tetap cantik, seperti yang kuingat tiga puluh tahun yang lalu?  Aku mendekat , Dia menurunkan kaca mobil nya, dan menyapa ku,:
" kita mau kemana?' tanya nya. Turun disini kah?" lanjutnya. 
" He e, !" jawab ku singkat, dan menggeser sepeda motor ketempat parkiran nya. 

Kami jalan beriringan diatas lantai parkir plesteran dan jembatan kayu belian sebagian, menuju restoran terapung yang jarak nya sekitar tiga puluh meter dari tempat parkiran tadi. 

Sesampainya di sana, kuajak Dia untuk naik ke bagian deck atas resto terapung itu, menggeser kursi dan mempersilah kan nya untuk duduk. 

"trima kasih, " katanya.  Aku tersenyum sambil menatapnya.  

Malam itu kulihat Ana cantik sekali. Ia mengenakan pakaian setelan merah menyala, dengan kerudung merah, dan tas jinjing kecil merah.  Wajah nya tak banyak berubah, seingat ku. Kudengar Dia sudah menyandang predikat Hajjah sekarang.  

"Mau pesan apa?" tanya ku, ketika pelayan datang menyodorkan daftar menu. 
" Es buah aja, " jawab nya. 
" Baiklah, dua es buah ya dik, " kata ku kepada pelayan itu.

Mula nya kami duduk berhadapan, tapi ketika pelayan itu pergi, aku menggeser kursi, duduk bersebelahan dengan nya.

  Kami saling menatap, aku tersenyum dan Ana  juga tersenyum tipis, sambil memilin - milin tali tas nya. 

"Apa kabar bu Hajjah, " kata ku memecah kesunyian.
"Alhamdulillah, baik. Abang apa kabar?"  jawab nya.
" Saya baik, juga, Alhamdulillah," kata ku.  
" Ikhsan baik sama Ana?" Apa  Ana  bahagia?" tanyaku lagi.
" Pak haji baik, dan Ana bahagia," jawab nya.
" Alhamdulillah, syukurlah," Jawab ku sambil menghela nafas.  

Pelayan datang membawa dua gelas  berbentuk piala berisi es buah yang kami pesan. Aku mengucapkan trima kasih kepada pelayan, yang tersenyum melihat kami berdua. 



Gambar Ilustrasi

" Jadi, kapan akan menikah nya?" tanya ku pula.
"Dalam bulan depan, Insha Allah, " jawab Ana, sambil menunduk.  Aku terdiam. Menghela nafas panjang. 

Fikiranku mulai menerawang,:..... 

 Kenapa aku selalu berada di tempat dan waktu yang salah?  Dulu, ketika Ana akan menikah, kondisiku belum siap, karena aku masih sekolah kelas dua es em a. Sekarang ketika bertemu kembali,  situasi nya tak banyak berbeda. Aku sudah menikah, dan tinggal jauh di Surabaya. Kami memang pernah saling mencintai, tapi takdir merenggutnya, dan memisahkan jalan kehidupan kami, memaksa kami menelusuri lorong yang berbeda. 

Dan kini, lorong kehidupan itulah yang  kami jalani......, 

Ana menemukan kebahagian dalam pernikahan dan kehidupan nya. Itulah yang dulu ingin kuberikan untuk nya. Dan Dia telah menemukan nya, dengan orang lain, bukan dengan ku. Bagiku, tak soal dimana dan dengan siapa yang sanggup membahagiakan nya, itu cukup. 

Cinta yang kumiliki adalah cinta yang ingin memberi, bukan cinta yang ingin merampas. Bagiku, mencintai tak harus memiliki. Cinta adalah rahasia hati. Tak masalah apakah cinta ku dihargai atau tidak, dibalas atau tidak, diterima atau ditolak. 

Aku pernah bahagia karena mencintai Ana. Aku pernah bahagia karena merasa di cintai nya. Jika kemudian kami tak menikah dan menyatukan raga, itu tak mengubah rasa yang ada , dan tetap kan kusimpan di relung dada.  

Jatuh cinta adalah rasa yang di karuniakan sang maha cinta. Dialah Allah, tuhan segala mahkluk. Cinta adalah anugrah sorga. Tak semua manusia beruntung pernah merasakan indah nya ,"mencintai dan dicintai." 

"Ngape diam jak," tanya Ana menyadarkan aku. 



Kisah cinta yang tak pernah lengkap, ...

Kuputar badan ku, dengan memberanikan diri, ku coba menggenggam tangan nya. Kutatap mata nya. Dalam hening malam itu, kembali kurasakan getar indah seperti dulu. Badan nya mungkin berubah  dingin, karena dapat kurasakan getar itu, menggigil dari ujung kaki merambat keseluruh tubuhnya. Dapat kurasakan bahwa rasa itu masih ada di hati nya. Ana masih mencintai ku, meski kami sudah terpisah lebih dari tiga puluh tahun?  

Benarkah? Tapi apa yang dapat kulakukan? 

Dia akan segera menikah dengan lelaki yang telah dipilih nya. Tentu nya memenuhi semua kriteria yang diperlukan untuk dapat membahagiakan hati nya. Sementara aku? 

Aku tak punya keyakinan untuk dapat membahagiakan nya. Aku tak punya harta dan kekayaan. Aku mungkin tak dapat menyesuaikan diri dengan gaya kehidupan nya sekarang. Dia telah memiliki semua yang diperlukan oleh semua orang. Rumah mewah, mobil ada, uang tersedia, bahkan kudengar Dia juga punya warisan property dan tanah serta rumah sewa. 

Aku? Aku tak punya apa - apa!

 Semua yang kuperjuangkan selama ini, kugunakan untuk memberikan yang terbaik buat anak - anak ku. Sampai hari ini, rumah ku adalah kontrakan.   Hidupku banyak habis di jalan. Mengembara dari satu tempat  ke tempat lain nya. Pekerjaanku  tak cukup menjanjikan. Bahkan sekarang aku  masih mencari peluang baru. Mengatur langkah untuk kembali bisa survive.  

Tidak,!  Aku harus mengikhlaskan nya.

 Aku harus kembali melepasnya. Dan melihat nya bahagia dengan orang lain. Menikahlah cinta ku,! Raihlah kebahagian mu kembali. Aku bukan orang yang layak untuk mu. 

Satu hal yang kamu harus tau,  Aku tak mau melihat kamu menderita. Aku tak mau kamu sengsara. Aku tak mau kamu putus  asa. Simpanlah kenangan cinta kita dalam hati mu. Jadikan ia kenangan seumur hidup mu. Kita pernah bersama suatu waktu, dan kita harus berpisah, suatu ketika. 

Seperti  kehidupan, Cinta datang dan pergi. Ada yang lahir, ada yang mati. Itulah sunnatullah. Ada pertemuan, ada perpisahan. Apapun itu, hidup terus berjalan. Maju kedepan dan takkan pernah mundur ke belakang.   

" Udah jam berape nih," suara nya meyadarkan aku, bahwa kami masih  di tempat itu. 
" jam sembilan baru," jawab ku. 
" Ana tinggal di mana, " tanya ku pula. 
" Di sana daerah Kubu Raya,"  Kata nya. 
"OOh, " jawab ku pura - pura tau. 
" Yang paling kecil umur berapa anak nya?" tanya ku lagi.
" Kelas enam es de sekarang, " jawab Ana. 
" Yang pertama?"  tanya ku lagi.
" yang pertama cewek, sudah menikah, anak tiga," jawab Ana 
" Alhamdulillah," sambut ku lega. 

Malam itu kami mengobrol banyak hal, dan bertukar cerita hidup . Sesekali kulemparkan pandangan ke tengah kapuas. melihat kapal wisata  yang tengah berputar untuk kembali ke pangkalan nya di Alun - alun Kapuas sana. 

Kami merasa begitu dekat. 

Tak terasa waktu berjalan cepat, hingga pukul sepuluh malam.  " Udah jam sepuluh malam, kita bubar sekarang?" tanya ku pada Ana.   

Dia mengangguk pelan. Sempat kulihat mata nya yang berubah sayu. Tapi kami bukan remaja lagi. Aku melihat ketegaran di mata nya. Sebetulnya aku ingin bicara banyak. Tapi entahlah, aku kehilangan kata - kata malam itu.  

Kami segera beranjak dari tempat itu. Aku berjalan menuju kasir untuk membayar pesanan kami. Ana berdiri di ujung jalan, menunggu ku mengantar nya ke tempat parkiran. 

Setelah menstarter mobil nya, aku minta izin untuk ikut naik dan duduk di sebelah nya.

" Abang minta maaf, kalau ada salah sama Ana, " kata ku pelan."kalau tak dapat jalan disini, abang balek  ke  Surabaya, mungkin naik kapal laut, " lanjut ku.  Dia hanya menunduk, diam.  

" Saye juga minta maaf, kalau ade salah same abang," jawab nya. " Sama-sama," jawab ku pula. 

Malam itu kami berpisah.....,

 Malam itu kami telah bertemu, setelah lebih dari tiga puluh tahun tak pernah berjumpa. Malam itu kami memutuskan melanjutkan hidup kami. Menjalani lorong takdir yang terlanjur kami lalui.

 Malam itu, mungkin seharusnya kami tidak bertemu muka. Karena luka cinta yang tersimpan lama, kembali meneteskan darah. Cukup menyakitkan memang. Membunuh cinta bukan hal yang mudah. Mungkin kami memang tak dilahirkan untuk bersama. Barangkali kami memang di takdirkan untuk tidak saling memiliki.   

Terlalu banyak halangan dan aral yang melintang dihadapan. Terlalu banyak yang harus kami pertimbangkan. Terlalu banyak yang harus kami dengarkan. Dan terlalu banyak hal yang mungkin akan jadi persoalan kedepan. Satu hal, aku takut dikatakan hanya mengejar harta dan mengerogoti nya.  

Apapun itu, kami tetap beryukur pada Tuhan. Bahwa kami pernah menerima karunia Nya. Bahwa kami pernah jatuh cinta. Bahwa kami pernah bersama. Perasaan indah itu, tak akan pernah dapat kami lupakan. 

Meski kami sempat bertemu, dan sekarang berpisah jauh, meski  kadang kami masih saling merindu dan mengingat satu sama lain, itu tak akan mengubah keadaan. Kami harus tetap berjalan ke depan, melangkah di lorong takdir yang sudah terlanjur kami  jalani. Kami harus tabah, kami harus kuat, kami harus bertahan, demi keluarga, anak - anak, dan kehidupan.   

Aku masih duduk diatas jok vario malam itu, menatap belakang mobil nya di kejauhan, sampai menghilang di balik tikungan. 

Bab.V. hal.2. Memory cinta lama,

2. Memory cinta lama,



Hari ini seharian aku sibuk mencari jalan usaha. Sisa sedikit modal kemaren sudah kugunakan untuk tambahan menutupi pembelian rumah buat ibuku. Alhamdulillah, aku berhasil memindahkan keluarga besar ku. Setelah sekian lama mereka menolak nya. 

Lingkungan asal tempat dimana aku lahir dan di besarkan, saat ini, menurut ku, sudah kurang kondusif untuk ditinggali. Kurang bagus untuk pertumbuhan dua keponakan ku  yang masih berumur  sekitar lima tahun itu.  

Syukurlah ibu ku setuju, dan sekarang mereka menempati rumah dan lingkungan yang baru. 

Ketika tiba di tempat aku  bertahan rumah sepupu ku malam itu, setelah membuka kan pintu, Dia terlihat sumringah. 
"Ada apa," tanyaku
" Ana balas BBM , " jawab nya. 
" Terus,?" tanya ku lagi.
" Saya bilang, itu dari sepupu saya yang datang dari Surabaya, Dia kepingin tau, kabar  dan berita Ana," jawab nya  

Cepat kuambil BBM nya dan mencoba kontak dengan Ana. 
Dia membalas dan bertanya, :
" Ini siapa?'"  tanya Ana.
" Ini saya, yang pernah merasakan sakit nya tuh disini," kata ku pula. Mengingatkan nya pada lagu populer yang dinyayikan Cita Citata.
"  Ada nomor WA? , nanti kita chat by WA aja," lanjutku lagi.

 Dia mengirimkan nomor nya, dan aku menyimpan nya di HP ku. 



Gambar Ilustrasi

Setelah makan malam, mandi dan sholat isya, aku iseng coba mengontak nya via chat WA malam itu. Kami mengobrol banyak hal, bahwa sekarang ia sudah punya anak lima, Sudah punya menantu, dan cucu enam. 

Suaminya meninggal setelah sakit berkepanjangan sekitar dua tahun. Mereka sudah mengupayakan untuk berobat kemana - mana, sampai Singapore dan Malaysia, tapi Tuhan telah memanggilnya.    

Tapi itu sudah berlalu sekitar setahun yang lalu. Dia berupaya membangun kembali hidup nya, itulah mengapa dalam waktu  dekat ini, Dia kan kembali menikah.  Calon nya sedang mengurus surat-menyurat untuk keperluan itu.

"Baguslah,!" timpal ku datar.  "Apakah kita boleh berjumpa?" tanya ku pada nya. Kalau tidak mengganggu keluarga nya, kata ku pula. 

 " Nanti  Ana kasi kabar, kapan bisa nya, dan dimana!" jawab nya. 

"Okelah, " kata ku pula, sebelum menutup telpon. 



Suara nya mengingatkan ku pada Ana yang dulu. Manja mendesah dan melankolis. Menurutku, keinginan nya menikah lagi adalah hal yang baik untuk kehidupan berikutnya. Baguslah Dia segera bisa move On dari kehilangan suami nya. 

 Tapi  aku tak tau, apakah langkah ini di dukung anak - anak nya? Biasa nya, anak - anak akan menganggap langkah menikah lagi, merupakan pengkhianatan terhadap ayah mereka. Dan tidak banyak anak - anak siap menerima kenyataan seperti itu? 

Sering terjadi, anak - anak akan memusuhi ibu nya, dan suami ibu nya, yang dimata mereka, telah mengambil tempat ayah mereka sebelum nya.  

Jangankan menerima suami baru ibu nya, yang terjadi malah, tidak jarang mereka mengusir ibu kandung nya, agar keluar dari rumah, yang menurut mereka sekarang menjadi hak mereka, sebagai pewaris harta benda ayah mereka. 

Tapi itu hanya kejadian tertentu, mudah - mudahan tidak terjadi pada keluarga Ana, begitu fikir ku. Semoga Ana dapat kembali menemukan kebahagian dalam hidup nya, dan menemukan suami pengganti secepatnya. Doaku sebelum memejamkan mata malam itu.