Jumat, 11 September 2020

Bab.V. hal.2. Memory cinta lama,

2. Memory cinta lama,



Hari ini seharian aku sibuk mencari jalan usaha. Sisa sedikit modal kemaren sudah kugunakan untuk tambahan menutupi pembelian rumah buat ibuku. Alhamdulillah, aku berhasil memindahkan keluarga besar ku. Setelah sekian lama mereka menolak nya. 

Lingkungan asal tempat dimana aku lahir dan di besarkan, saat ini, menurut ku, sudah kurang kondusif untuk ditinggali. Kurang bagus untuk pertumbuhan dua keponakan ku  yang masih berumur  sekitar lima tahun itu.  

Syukurlah ibu ku setuju, dan sekarang mereka menempati rumah dan lingkungan yang baru. 

Ketika tiba di tempat aku  bertahan rumah sepupu ku malam itu, setelah membuka kan pintu, Dia terlihat sumringah. 
"Ada apa," tanyaku
" Ana balas BBM , " jawab nya. 
" Terus,?" tanya ku lagi.
" Saya bilang, itu dari sepupu saya yang datang dari Surabaya, Dia kepingin tau, kabar  dan berita Ana," jawab nya  

Cepat kuambil BBM nya dan mencoba kontak dengan Ana. 
Dia membalas dan bertanya, :
" Ini siapa?'"  tanya Ana.
" Ini saya, yang pernah merasakan sakit nya tuh disini," kata ku pula. Mengingatkan nya pada lagu populer yang dinyayikan Cita Citata.
"  Ada nomor WA? , nanti kita chat by WA aja," lanjutku lagi.

 Dia mengirimkan nomor nya, dan aku menyimpan nya di HP ku. 



Gambar Ilustrasi

Setelah makan malam, mandi dan sholat isya, aku iseng coba mengontak nya via chat WA malam itu. Kami mengobrol banyak hal, bahwa sekarang ia sudah punya anak lima, Sudah punya menantu, dan cucu enam. 

Suaminya meninggal setelah sakit berkepanjangan sekitar dua tahun. Mereka sudah mengupayakan untuk berobat kemana - mana, sampai Singapore dan Malaysia, tapi Tuhan telah memanggilnya.    

Tapi itu sudah berlalu sekitar setahun yang lalu. Dia berupaya membangun kembali hidup nya, itulah mengapa dalam waktu  dekat ini, Dia kan kembali menikah.  Calon nya sedang mengurus surat-menyurat untuk keperluan itu.

"Baguslah,!" timpal ku datar.  "Apakah kita boleh berjumpa?" tanya ku pada nya. Kalau tidak mengganggu keluarga nya, kata ku pula. 

 " Nanti  Ana kasi kabar, kapan bisa nya, dan dimana!" jawab nya. 

"Okelah, " kata ku pula, sebelum menutup telpon. 



Suara nya mengingatkan ku pada Ana yang dulu. Manja mendesah dan melankolis. Menurutku, keinginan nya menikah lagi adalah hal yang baik untuk kehidupan berikutnya. Baguslah Dia segera bisa move On dari kehilangan suami nya. 

 Tapi  aku tak tau, apakah langkah ini di dukung anak - anak nya? Biasa nya, anak - anak akan menganggap langkah menikah lagi, merupakan pengkhianatan terhadap ayah mereka. Dan tidak banyak anak - anak siap menerima kenyataan seperti itu? 

Sering terjadi, anak - anak akan memusuhi ibu nya, dan suami ibu nya, yang dimata mereka, telah mengambil tempat ayah mereka sebelum nya.  

Jangankan menerima suami baru ibu nya, yang terjadi malah, tidak jarang mereka mengusir ibu kandung nya, agar keluar dari rumah, yang menurut mereka sekarang menjadi hak mereka, sebagai pewaris harta benda ayah mereka. 

Tapi itu hanya kejadian tertentu, mudah - mudahan tidak terjadi pada keluarga Ana, begitu fikir ku. Semoga Ana dapat kembali menemukan kebahagian dalam hidup nya, dan menemukan suami pengganti secepatnya. Doaku sebelum memejamkan mata malam itu.