Jumat, 11 September 2020

Bab.V.hal.3 Bertemu untuk mengobati luka,

3. Bertemu untuk mengobati luka,



Malam ini kami berjanji untuk bertemu disuatu tempat, pukul delapan malam. Aku ingat, malam itu malam minggu.

Hatiku  dag dig dug, getar nya tak berdetak secara normal sebagaimana sebelumnya. Ada rasa khawatir, ada rasa sedikit ketakutan, ada kebimbangan, ada was-was, seperti dulu, tiga puluh tiga tahun yang lalu, saat kami masih remaja, dan Ana belum menikah.  Ketika aku menunggu nya disuatu tempat.  

 Setelah sholat isya, ku starter sepeda motor vario, yang kupinjam dari sepupu ku, malam itu.  

Tempat itu tak begitu ramai, meskipun malam minggu. Karena letak nya yang cukup jauh  masuk kedalam, dari jalan besar. Restoran terapung berbentuk kapal mengapung di pinggiran kapuas, menjadi tempat pilihan kami untuk bertemu. Aku sengaja memilih tempat agak tertutup, agar menghindari mata dan fitnah. Maklumlah, ... 

Ketika tiba , aku menoleh kekanan dan kekiri mencari tempat parkir.  Kulihat ada mobil honda freed abu- abu metalik, dengan mesin hidup dan lampu menyala. Didalam nya duduk seorang wanita, mengenakan baju merah, dan melemparkan senyum ke arahku.  Itukah Dia? Sejenak aku terpana. 

Ana masih tetap cantik, seperti yang kuingat tiga puluh tahun yang lalu?  Aku mendekat , Dia menurunkan kaca mobil nya, dan menyapa ku,:
" kita mau kemana?' tanya nya. Turun disini kah?" lanjutnya. 
" He e, !" jawab ku singkat, dan menggeser sepeda motor ketempat parkiran nya. 

Kami jalan beriringan diatas lantai parkir plesteran dan jembatan kayu belian sebagian, menuju restoran terapung yang jarak nya sekitar tiga puluh meter dari tempat parkiran tadi. 

Sesampainya di sana, kuajak Dia untuk naik ke bagian deck atas resto terapung itu, menggeser kursi dan mempersilah kan nya untuk duduk. 

"trima kasih, " katanya.  Aku tersenyum sambil menatapnya.  

Malam itu kulihat Ana cantik sekali. Ia mengenakan pakaian setelan merah menyala, dengan kerudung merah, dan tas jinjing kecil merah.  Wajah nya tak banyak berubah, seingat ku. Kudengar Dia sudah menyandang predikat Hajjah sekarang.  

"Mau pesan apa?" tanya ku, ketika pelayan datang menyodorkan daftar menu. 
" Es buah aja, " jawab nya. 
" Baiklah, dua es buah ya dik, " kata ku kepada pelayan itu.

Mula nya kami duduk berhadapan, tapi ketika pelayan itu pergi, aku menggeser kursi, duduk bersebelahan dengan nya.

  Kami saling menatap, aku tersenyum dan Ana  juga tersenyum tipis, sambil memilin - milin tali tas nya. 

"Apa kabar bu Hajjah, " kata ku memecah kesunyian.
"Alhamdulillah, baik. Abang apa kabar?"  jawab nya.
" Saya baik, juga, Alhamdulillah," kata ku.  
" Ikhsan baik sama Ana?" Apa  Ana  bahagia?" tanyaku lagi.
" Pak haji baik, dan Ana bahagia," jawab nya.
" Alhamdulillah, syukurlah," Jawab ku sambil menghela nafas.  

Pelayan datang membawa dua gelas  berbentuk piala berisi es buah yang kami pesan. Aku mengucapkan trima kasih kepada pelayan, yang tersenyum melihat kami berdua. 



Gambar Ilustrasi

" Jadi, kapan akan menikah nya?" tanya ku pula.
"Dalam bulan depan, Insha Allah, " jawab Ana, sambil menunduk.  Aku terdiam. Menghela nafas panjang. 

Fikiranku mulai menerawang,:..... 

 Kenapa aku selalu berada di tempat dan waktu yang salah?  Dulu, ketika Ana akan menikah, kondisiku belum siap, karena aku masih sekolah kelas dua es em a. Sekarang ketika bertemu kembali,  situasi nya tak banyak berbeda. Aku sudah menikah, dan tinggal jauh di Surabaya. Kami memang pernah saling mencintai, tapi takdir merenggutnya, dan memisahkan jalan kehidupan kami, memaksa kami menelusuri lorong yang berbeda. 

Dan kini, lorong kehidupan itulah yang  kami jalani......, 

Ana menemukan kebahagian dalam pernikahan dan kehidupan nya. Itulah yang dulu ingin kuberikan untuk nya. Dan Dia telah menemukan nya, dengan orang lain, bukan dengan ku. Bagiku, tak soal dimana dan dengan siapa yang sanggup membahagiakan nya, itu cukup. 

Cinta yang kumiliki adalah cinta yang ingin memberi, bukan cinta yang ingin merampas. Bagiku, mencintai tak harus memiliki. Cinta adalah rahasia hati. Tak masalah apakah cinta ku dihargai atau tidak, dibalas atau tidak, diterima atau ditolak. 

Aku pernah bahagia karena mencintai Ana. Aku pernah bahagia karena merasa di cintai nya. Jika kemudian kami tak menikah dan menyatukan raga, itu tak mengubah rasa yang ada , dan tetap kan kusimpan di relung dada.  

Jatuh cinta adalah rasa yang di karuniakan sang maha cinta. Dialah Allah, tuhan segala mahkluk. Cinta adalah anugrah sorga. Tak semua manusia beruntung pernah merasakan indah nya ,"mencintai dan dicintai." 

"Ngape diam jak," tanya Ana menyadarkan aku. 



Kisah cinta yang tak pernah lengkap, ...

Kuputar badan ku, dengan memberanikan diri, ku coba menggenggam tangan nya. Kutatap mata nya. Dalam hening malam itu, kembali kurasakan getar indah seperti dulu. Badan nya mungkin berubah  dingin, karena dapat kurasakan getar itu, menggigil dari ujung kaki merambat keseluruh tubuhnya. Dapat kurasakan bahwa rasa itu masih ada di hati nya. Ana masih mencintai ku, meski kami sudah terpisah lebih dari tiga puluh tahun?  

Benarkah? Tapi apa yang dapat kulakukan? 

Dia akan segera menikah dengan lelaki yang telah dipilih nya. Tentu nya memenuhi semua kriteria yang diperlukan untuk dapat membahagiakan hati nya. Sementara aku? 

Aku tak punya keyakinan untuk dapat membahagiakan nya. Aku tak punya harta dan kekayaan. Aku mungkin tak dapat menyesuaikan diri dengan gaya kehidupan nya sekarang. Dia telah memiliki semua yang diperlukan oleh semua orang. Rumah mewah, mobil ada, uang tersedia, bahkan kudengar Dia juga punya warisan property dan tanah serta rumah sewa. 

Aku? Aku tak punya apa - apa!

 Semua yang kuperjuangkan selama ini, kugunakan untuk memberikan yang terbaik buat anak - anak ku. Sampai hari ini, rumah ku adalah kontrakan.   Hidupku banyak habis di jalan. Mengembara dari satu tempat  ke tempat lain nya. Pekerjaanku  tak cukup menjanjikan. Bahkan sekarang aku  masih mencari peluang baru. Mengatur langkah untuk kembali bisa survive.  

Tidak,!  Aku harus mengikhlaskan nya.

 Aku harus kembali melepasnya. Dan melihat nya bahagia dengan orang lain. Menikahlah cinta ku,! Raihlah kebahagian mu kembali. Aku bukan orang yang layak untuk mu. 

Satu hal yang kamu harus tau,  Aku tak mau melihat kamu menderita. Aku tak mau kamu sengsara. Aku tak mau kamu putus  asa. Simpanlah kenangan cinta kita dalam hati mu. Jadikan ia kenangan seumur hidup mu. Kita pernah bersama suatu waktu, dan kita harus berpisah, suatu ketika. 

Seperti  kehidupan, Cinta datang dan pergi. Ada yang lahir, ada yang mati. Itulah sunnatullah. Ada pertemuan, ada perpisahan. Apapun itu, hidup terus berjalan. Maju kedepan dan takkan pernah mundur ke belakang.   

" Udah jam berape nih," suara nya meyadarkan aku, bahwa kami masih  di tempat itu. 
" jam sembilan baru," jawab ku. 
" Ana tinggal di mana, " tanya ku pula. 
" Di sana daerah Kubu Raya,"  Kata nya. 
"OOh, " jawab ku pura - pura tau. 
" Yang paling kecil umur berapa anak nya?" tanya ku lagi.
" Kelas enam es de sekarang, " jawab Ana. 
" Yang pertama?"  tanya ku lagi.
" yang pertama cewek, sudah menikah, anak tiga," jawab Ana 
" Alhamdulillah," sambut ku lega. 

Malam itu kami mengobrol banyak hal, dan bertukar cerita hidup . Sesekali kulemparkan pandangan ke tengah kapuas. melihat kapal wisata  yang tengah berputar untuk kembali ke pangkalan nya di Alun - alun Kapuas sana. 

Kami merasa begitu dekat. 

Tak terasa waktu berjalan cepat, hingga pukul sepuluh malam.  " Udah jam sepuluh malam, kita bubar sekarang?" tanya ku pada Ana.   

Dia mengangguk pelan. Sempat kulihat mata nya yang berubah sayu. Tapi kami bukan remaja lagi. Aku melihat ketegaran di mata nya. Sebetulnya aku ingin bicara banyak. Tapi entahlah, aku kehilangan kata - kata malam itu.  

Kami segera beranjak dari tempat itu. Aku berjalan menuju kasir untuk membayar pesanan kami. Ana berdiri di ujung jalan, menunggu ku mengantar nya ke tempat parkiran. 

Setelah menstarter mobil nya, aku minta izin untuk ikut naik dan duduk di sebelah nya.

" Abang minta maaf, kalau ada salah sama Ana, " kata ku pelan."kalau tak dapat jalan disini, abang balek  ke  Surabaya, mungkin naik kapal laut, " lanjut ku.  Dia hanya menunduk, diam.  

" Saye juga minta maaf, kalau ade salah same abang," jawab nya. " Sama-sama," jawab ku pula. 

Malam itu kami berpisah.....,

 Malam itu kami telah bertemu, setelah lebih dari tiga puluh tahun tak pernah berjumpa. Malam itu kami memutuskan melanjutkan hidup kami. Menjalani lorong takdir yang terlanjur kami lalui.

 Malam itu, mungkin seharusnya kami tidak bertemu muka. Karena luka cinta yang tersimpan lama, kembali meneteskan darah. Cukup menyakitkan memang. Membunuh cinta bukan hal yang mudah. Mungkin kami memang tak dilahirkan untuk bersama. Barangkali kami memang di takdirkan untuk tidak saling memiliki.   

Terlalu banyak halangan dan aral yang melintang dihadapan. Terlalu banyak yang harus kami pertimbangkan. Terlalu banyak yang harus kami dengarkan. Dan terlalu banyak hal yang mungkin akan jadi persoalan kedepan. Satu hal, aku takut dikatakan hanya mengejar harta dan mengerogoti nya.  

Apapun itu, kami tetap beryukur pada Tuhan. Bahwa kami pernah menerima karunia Nya. Bahwa kami pernah jatuh cinta. Bahwa kami pernah bersama. Perasaan indah itu, tak akan pernah dapat kami lupakan. 

Meski kami sempat bertemu, dan sekarang berpisah jauh, meski  kadang kami masih saling merindu dan mengingat satu sama lain, itu tak akan mengubah keadaan. Kami harus tetap berjalan ke depan, melangkah di lorong takdir yang sudah terlanjur kami  jalani. Kami harus tabah, kami harus kuat, kami harus bertahan, demi keluarga, anak - anak, dan kehidupan.   

Aku masih duduk diatas jok vario malam itu, menatap belakang mobil nya di kejauhan, sampai menghilang di balik tikungan.