Kamis, 10 September 2020

Bab.V. Hal.1. Bertugas ke Ponti

Bab.5

1. Kabar tak terduga. Pontianak, tahun 2017



Rapat dewan Direksi dengan Komisaris hari ini memutuskan bahwa perusahaan kami akan melakukan ekspansi pasar peserta umrah di tanah  air. Market yang akan di bidik adalah luar  Jakarta dan luar Jawa. 

Kalimantan di pandang cukup prospek untuk ini. 

Aku segera mempersiapkan langkah - langkah guna menjalankan kebijakan tersebut.

Langkah pertama mencetak brosur, dan langkah berikut nya , mengirim tenaga marketing keluar pulau. Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat,  menjadi target pertama.  

 Aku memutuskan  untuk berangkat ke Ponti. Pertimbangan nya adalah karena aku merasa sedikit banyak mengenal seluk beluk kota itu. Karakter masyarakat nya. Dan tentu saja, potensi marketnya.  

Hari ini, dari bandara Sukarno Hatta di Cengkareng, tadi pagi, sekitar jam sepuluh pagi, aku sudah mendarat di bandara Supadio Pontianak. 

Sebelumnya aku sudah mengontak kerabatku untuk tempat bertahan sementara menyelesaikan urusan di kota ini. 

Dari beberapa kolega yang ku telpon, ada satu perusahaan tours dan travel yang siap dan mau bekerjasama sebagai rekanan dan perwakilan kami di kota ini. Setelah mengadakan pertemuan, kami sepakat dan menanda -tangani kesepakatan joint operasional. Aku segera melaporkan hal ini ke Jakarta, dan menunggu respon kantor pusat.

 Setelah menunggu cukup lama, jawaban yang datang sangat mengecewakan. Dikatakan bahwa perusahaan memandang apa langkah yang ku tempuh, belum urgen untuk saat ini. Aku dipanggil untuk pulang ke kantor pusat, dan duduk kembali di kursi direktur operasional harian, saat itu juga. 

Merasa kecewa, kuputuskan mengundurkan diri, dan bertahan di  Ponti. 

Kebetulan waktu itu bulan ramadhan, dan sudah memasuki hari ke dua puluh ke atas, mendekati lebaran. Terdorong salah satu keinginan untuk dapat berlebaran di tengah keluarga besar ku di Ponti, karena sudah cukup lama aku tak pernah datang, juga menjadi salah satu pertimbangan ku untuk  mengundurkan diri. 


Gambar Ilustrasi

Malam ini kami tengah berkumpul di ruang keluarga sepupu ku itu. Dikelilingi anak - anak, menantu dan cucu nya, lengkap, hadir semua.  Mereka mengobrol hangat, dan sesekali bertanya ini itu kepada ku.  Aku merasa akrab dan menyatu dengan keponakan dan keluarga besar kami ini. 

Ditengah perbincangan ,tiba - tiba saja, sepupu ku bertanya,: 

" Masih ingat ga sama Ana?". Aku tercekat,! dan kopi yang akan kuseruput hampir tertumpah dari cangkir yang ada di tangan ku.

Setelah menyedot sebatang rokok, menenangkan diri, :
" Iya, apa kabar nya sekarang? "  kata ku.
" Dia sehat, sudah punya menantu dan cucu, kabar terakhir, suami nya baru meninggal, setahun yang lalu," lanjut nya.
" Oooh, " sahut ku pula.
" Punya nomor yang bisa di kontak?" tanya ku lagi
" Ada, cuma lewat BBM, mau? " tanya sepupu ku.
" Coba, mana?" jawab ku lagi.  

Kucoba menyampaikan pesan via BBM , tanpa menyebutkan nama, dan menggunakan nomor sepupu ku itu. Sampai beberapa hari tak ada balasan dan tanggapan. Mungkin Dia belum sempat buka BBM nya, fikir ku pula.  

Malam ini, sebelum tidur, fikiran ku menerawang....,  

Ana,? sudah berapa lama?  Mungkin sudah lebih dari tiga puluh tahun ? Sekitar 33 tahun kalau tidak salah. Waktu itu Ana menikah dengan lelaki yang dipilih kan keluarga nya.

 Aku melanjutkan sekolah, kemudian bekerja, dan merantau ke pulau Jawa, sekitar tahun sembilan puluhan.  

Setelah sekitar enam tahun mengembara, menjelajahi banyak negri, dari pulau Jawa, Bali, Lombok, hingga Sumbawa, aku kemudian menikah di Surabaya, dan menetap dikota ini, hingga hari ini. 

 Selama ini, aku memang tak pernah berupaya mencari tahu kabar berita nya. Aku sudah meng ikhlaskan diri dan hati untuk  melepas nya demi kebahagiaan  hidup nya. Aku tak mau kehadiran ku mengorek luka lama, dan mengganggu bahtera rumah tangga nya, keharmonisan keluarga nya, nama baik nya, harkat nya, dan martabat nya.

 Bagiku, kebahagiaan nya, adalah kebahagiaan ku juga. Meski tak hidup bersama, jiwa ku terasa longgar jika kudengar kabar kebahagiaan nya. Bagi ku tak mengapa jika  kebahagiaan itu ditemukan nya dengan orang lain dan bukan dengan ku, itulah kekuatan cinta. Kadang cinta harus berkorban untuk kebahagiaan orang yang di cintai. Karena  cinta sejati  hanya ingin memberi, tak mengharapkan imbalan, seperti  matahari menyinari bumi, cinta sejati menyinari hati.   

 Biarlah Ana menjalani takdir hidup nya. Berbakti kepada suami nya, mengasihi anak - anak nya. Sampai akhir usia.  

Luka lama yang dulu ada, biar aku saja yang menanggung nya. Inilah jalan dan kisah hidupku. Aku tak pernah menyesali apa yang telah terjadi. Yang sudah terjadi, biarlah terjadi, dan berlalu. Hidup mesti berlanjut. Kaki  harus tetap melangkah. Hari pasti berganti. Live must go On. Hidup terus berjalan. 

 Karena aku sangat menyadari bahwa kita manusia mungkin punya rencana, tapi Allah yang maha kuasa, juga punya rencana. Dan rencana Allah yang pasti akan terwujud, bukan rencana kita.  Kita tak akan pernah sanggup menentang takdir dan garis hidup, yang mungkin memang sudah ditentukan sebelum kelahiran.  Bagitulah fikir ku.  

Sampai disitu aku terlelap dan tertidur  malam itu.  



Kuch kuch Ho Ta Hai - Ladki Badi Anjani 1984