Rabu, 09 September 2020

Bab.IV. hal.3 Menikah

3. Menikah

Kereta Api melaju kencang menuju kota Surabaya. Bunyi roda bergesekan dengan rel terdengar membuat  gigi terasa ngilu.  Sesekali terdengar suara klakson nya." Tuuut, tuuut, tuut, !"  ber ulang- ulang.  

Aku dan sahabat ku duduk tenang di kursi kayu yang saling berhadapan.     

Hari ini, kami akan melihat wanita yang akan di jodohkan dengan ku,  di Surabaya.

Semua sudah diatur oleh sahabat ku ini. Dia memang sahabat yang baik. Aku merasa menemukan saudara di tanah rantau. Dulu, ketika pertama datang, sekitar enam tahun lalu,  Dia menyediakan kamar buat ku, menanggung hidup ku, mencukupi keperluan ku, sampai aku mendapatkan penghasilan sendiri. 

Sekarang, aku sudah terpisah rumah dengan nya. Aku kost sendiri, dan hidup mandiri. Tapi kami tak pernah putus kontak. Sesekali, kami bertemu untuk sekedar ngopi bareng.  Disela -sela kesibukan ku dan kesibukan nya. 

Malam minggu kadang kami jalan bersama, bak sepasang kekasih. Kebetulan Dia juga masih jomblo, sama dengan ku. Kami bercanda dan tertawa bersama. Kadang nonton bioskop di kayu tangan. Sesekali kami nongkrong di alun - alun kota Malang, sambil melihat orang- orang yang tengah pacaran. Atau pasangan keluarga dengan anak - anak nya. 



Surabaya malam hari

Tanpa terasa kami sudah tiba di stasiun Pasar Turi.

Dengan naik  taksi, kami berdua menuju tempat kediaman bibi si calon istri ku itu. Kami disambut hangat, dan penuh keramahan. 

Selang tak berapa lama, kami di suruh naik beca, menuju ke toko kain yang letak nya tak berapa jauh dari tempat itu. Rupanya si calon ku itu, tengah memilih dan akan membeli kain buat bahan pakaian sepupu nya, anak dari bibi nya tadi.  

Sahabat ku menyebutkan ciri - ciri si wanita yang akan kulihat,:  "Orang nya bercelana lebar, ber kaos ketat, berkerudung, dan sedang berdiri di dekat tumpukan gulungan kain di sebelah cermin besar yang ada di toko itu, " kata nya. 

Saat bersamaan becak yang kami tumpangi sudah tiba di depan toko yang dimaksud. Aku menolehkan kepala dan melihat ke dalam toko, yang kebetulan tak terlalu ramai saat itu.

 Dan ketika mataku tertumbuk pada sesosok wanita yang tengah berdiri di dekat cermin besar dengan ciri-ciri yang tadi kuingat, :

" Dug,!" tiba - tiba dadaku seperti dihantam godam besar. Rasanya aku kehilangan tenaga untuk berdiri dan turun dari beca yang kutumpangi. Seluruh tulang ku seperti lolos dari persendian nya. 

Tubuhku tiba - tiba terasa lunglai dan lemas, tanpa daya. Astagfirullah,! Perasaan apakah ini?  

Kata orang itu biasanya isyarat jodoh dari Tuhan. Benarkah? 

Kupaksakan untuk turun dari beca, masuk kedalam toko, mendekat dan menghampiri nya, sambil pura - pura memilih kain. 

Wanita ini berpostur kecil, tidak kurus dan tidak gemuk. Tinggi nya lebih kurang sama dengan ku. Kulit putih, mata agak kecil, hidung cukup mancung, dan suara nya datar tanpa ekpresi.  

Bibi nya datang mendekat dan bertanya, :'" Sudah dapat bahan nya?"  sambil senyum - senyum tipis. 

" Masih di carikan, " jawab nya.  Ditutup dengan senyum.

Rupanya Dia sendiri tidak mengetahui, bahwa aku akan datang untuk melihat nya dari dekat. Begitulah cara ta'aruf di pulau Jawa ini. Sederhana,  dan Rahasia. 



Surabaya siang hari

Singkat nya, aku memutuskan untuk menikahi wanita ini. 

Petimbangan nya, mereka dari keluarga baik, akhlak nya baik, agama nya baik, dan tidak sombong.  Hal itu kulihat dari kesederhanaan cara berpakaian dan cara bicara nya. Meskipun mereka tergolong keluarga cukup, karena punya sarang burung walet, yang panen tiga bulan sekali, antara 7 hingga 10 kilogram sekali panen, seharga 15 juta sekilo nya.


Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat nya, ....... 

Sudah dua tahun kami menikah, dan dikarunia dua buah hati.  Anak pertama ku perempuan. Dan yang kedua laki-laki, sepasang. 

Seperti janji ku, aku  bekerja keras untuk mereka. 

Tempo hari aku buka usaha di Bali, tapi jatuh bangkrut akibat bom Amrozy. Kemudian aku berdagang ke Ujung Pandang. Berdagang keliling Jawa.  Bekerja di proyek perumahan. Berdagang kayu kelapa. Dan banyak lagi profesi yang aku jalani. Untuk membesarkan kedua anak ku. 

Aku sempat bekerja di Samarinda, bolak -balik selama sekitar dua tahun, tempo hari. Karena adanya moratorium sektor tambang batubara, akhirnya perusahaan kami pailit, dan aku di rumahkan sejak saat itu. 

Setelah nya Aku coba ke Jakarta, mencari jalan sendiri, dan sempat terjun ke dunia jual beli kayu gaharu. Karena meletus nya perang di timur tengah, bisnis ini juga ikut terkena dampak nya. Pembeli yang sebagian besar dari kerajaan Saudi, berhenti datang, karena perang dengan Yaman.  

Untunglah ada salah satu teman ku yang mengajak untuk bergabung di usaha nya. Sekarang aku di jakarta, diberi kepercayaan menjabat sebagai direktur  operasional tours dan travel umroh, milik salah satu sahabat ku. 

Alhamdulillah, ....  



Jakarta sore hari